Bioetika merupakan istilah yang
relatif baru dan terbentuk dari dua kata Yunani, bios yang berarti
hidup dan ethos yang berarti adat istiadat atau moral, yang secara
harfiah berarti etika hidup. Bioetika dapat dilukiskan sebagai ilmu pengetahuan
untuk mempertahankan hidup dan terpusat pada penggunaan ilmu-ilmu biologis
untuk memperbaiki mutu hidup.
Dalam arti yang lebih luas, bioetika
adalah penerapan etika dalam ilmu-ilmu biologis, obat, pemeliharaan
kesehatan dan bidang-bidang terkait.
Fertilisasi in
vitro atau pembuahan in vitro, berasal dari bahasa
Inggris yaitu in vitro fertilisation, IVF,
atau sering disebut bayi tabung. Bayi tabung adalah suatu proses pembuahan sel telur oleh sel sperma di
luar tubuh sang wanita. Proses ini melibatkan pemantauan dan stimulasi proses
ovulasi seorang wanita, mengambil suatu ovum atau
sel-sel telur dari ovarium (indung
telur) wanita dan membiarkan sperma membuahi sel-sel tersebut di dalam sebuah
medium cair di laboratorium.
Sel telur yang telah
dibuahi (zigot) dikultur
selama 2–6 hari di dalam sebuah medium pertumbuhan dan kemudian dipindahkan ke rahim,
dengan tujuan menciptakan keberhasilan kehamilan.
Adapun tahapan-tahapan FIV ini adalah
sebagai berikut :
1. Istri diberi obat
pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur mengeluarkan sel
telur yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan
setelah sel-sel telurnya matang.
2. Pematangan sel-sel
telur dipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah Istri dan pemeriksaan
ultrasonografi.
3. Pengambilan sel telur
dilakukan dengan penusukan jarum (pungsi) melalui vagina dengan tuntunan
ultrasonografi.
4. Setelah dikeluarkan
beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut dibuahi dengan sel sperma
suaminya yang telah diproses sebelumnya dan dipilih yang terbaik.
5. Sel telur dan sperma
yang sudah dipertemukan di dalam tabung petri kemudian dibiakkan di dalam
lemari pengeram. Pemantauan dilakukan 18-20 jam kemudian dan keesokan harinya
diharapkan sudah terjadi pembuahan sel
6. Embrio yang berada
dalam tingkat pembelahan sel ini. Kemudian diimplantasikan ke dalam rahim
istri. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan.
7. Jika dalam waktu 14
hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi menstruasi, dilakukan
pemeriksaan air kemih untuk kehamilan, dan seminggu kemudian dipastikan dengan
pemeriksaan ultrasonografi
Siapa saja yang memenuhi persyararatan
untuk menjalani program bayi tabung?
Berikut ini pasangan yang memenuhi
kriteria program bayi tabung menurut University of Iowa Hospitals &
Clinics, dilansir dari laman Ulhealthcare, Jumat (10/6/2016).
1. Kriteria usia
Usia maksimal seorang wanita yang
menjalani program bayi tabung adalah 43 tahun. Pasangan suami istri
yang sudah menikah 1 tahun atau lebih dan usia istri haruslah dibawah 42 tahun
dan mengikuti proses pemeriksaan fertilitas atau kesuburan. untuk wanita biasanya
usia yang paling ideal adalah antara usia 30-35 tahun. Ini berarti, bahwa
umur-umur ini presentase peluang dari berhasilnya program bayi tabung akan
lebih tinggi dibandingkan oleh usia wanita yang lebih tua sekitar 36-40 tahun.
2. Penggunaan obat-obatan
dan narkoba
Pasangan atau pihak pendonor tidak
mengonsumsi alkohol, tidak terlibat narkoba, maupun penyalahgunaan zat. Untuk
mengikuti program bayi tabung ini, pihak yang bersangkutan tidak diperkenankan
untuk merokok.
3. Kesiapan mental
Untuk menjalankan IVF, seseorang harus
sehat dan kuat secara mental. Orang yang didiagnosis memiliki gangguan kejiwaan
disarankan untuk tidak mengikuti program tersebut.
4. Kesehatan fisik
Jika kondisi calon ibu tidak sehat
sepenuhnya, bisa mengakibatkan risiko kehamilan lebih tinggi.
E. Sudut Pandang Bioetika Terhadap Bayi
Tabung
Program dengan budaya dan tradisi ketimuran bayi tabung pada dasarnya tidak sesuai kita. Sebagian agamawan menolak adanya fertilisasi in vitro pada manusia, sebab mereka
berasumsi bahwa kegiatan tersebut termasuk Intervensi terhadap “karya
Illahi”. Dalam artian, mereka yang melakukakan hal tersebut berarti ikut
campur dalam hal penciptaan yang tentunya itu menjadi hak prioregatif Tuhan.
Padahal semestinya hal tersebut bersifat natural, bayi itu terlahir melalui
proses alamiah yaitu melaluihubungan seksual antara suami-istri yang sah menurut
agama.
Aspek Human Rigths:
Dalam
DUHAM dikatakan semua orang dilahirkan bebas dengan martabat yang setara.
Pengakuan hak-hak manusia telah diatur di dunia international, salah satunya
tentang hak reproduksi.
Dalam kasus ini,
meskipun keputusan inseminasi buatan dengan donor sperma dari laki-laki yang
bukan suami wanita tersebut adalah hak dari pasangan suami istri tersebut,
namun harus dipertimbangkan secara hukum, baik hukum perdata, hukum pidana,
hukum agama, hukum kesehatan serta etika (moral) ketimuran yang berlaku di
Indonesia .
Di Indonesia sendiri bila dipandang
dari segi etika, pembuatan bayi tabung tidak melanggar, tapi dengan syarat
sperma dan ovum berasal dari pasangan yang sah. Jangan sampai sperma
berasal dari bank sperma, atau ovum dari pendonor. Sementara untuk
kasus, sperma dan ovum berasal dari suami-istri tapi ditanamkan dalam rahim
wanita lain alias pinjam rahim, masih banyak yang mempertentangkan. Bagi yang
setuju mengatakan bahwa si wanita itu bisa dianalogikan sebagai ibu susu karena
si bayi di beri makan oleh pemilik rahim. Tapi sebagian yang menentang
mengatakan bahwa hal tersebut termasuk zina karena telah menanamkan gamet dalam rahim yang bukan
muhrimnya. Tetapi sebenarnya UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal
127 ditegaskan bahwa Kehamilan diluar cara alami dapat
dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapat
keturunan, tetapi upaya kehamilan tersebut hanya dapat dilakukan oleh pasangan
suami istri yang sah yaitu: hasil pembuahan sperma dan ovum harus berasal dari
pasangan suami istri tersebut, untuk kemudian ditanamkan dalam rahim si istri.
Jadi untuk saat ini wacana Surrogates Mother di Indonesia tidak begitu saja dapat dibenarkan.
Untuk pemilihan jenis kelaminpun
sebenarnya secara teknis dapat dilakukan pada inseminasi buatan
ini. Dengan melakukan pemisahan kromosom X dan Y, baru kemudian dilakukan
pembuahan in-vitro sesuai dengan jenis kelamin yang diinginkan.
Banyak masalah norma dan etik dalam
teknologi ini yang jadi perdebatan banyak pihak, tetapi untuk pandangan profesi
kedokteran mungkin dapat mengarah kesimpulan dari “Perspektif Etika dalam
Perkembangan Teknologi Kedokteran” yang disampaikan oleh dr. Mochamad
Anwar, SpOG dalam Seminar Nasional Continuing Medical Education yang
diselenggarakan di Auditorium FK UGM tanggal 10 Januari 2009, dimana aspek
etika haruslah menjadi pegangan bagi setiap dokter, ahli biologi
kedokteran serta para peneliti di bidang rekayasa genetika, yang didasarkan
pada Deklarasi Helsinki antara lain:
a) Riset biomedik pada
manusia harus memenuhi prinsip-prinsip ilmiah dan didasarkan pada pengetahuan
yang adekuat dari literatur ilmiah.
b) Desain dan pelaksanaan
experimen pada manusia harus dituangkan dalam suatu protokol untuk kemudian
diajukan pada komisi independen yang ditugaskan untuk mempertimbangkan, memberi
komentar dan kalau perlu bimbingan.
c) Penelitian
biomedik pada manusia hanya boleh dikerjakan oleh orang-orang dengan
kualifikasi keilmuan yang cukup dan diawasi oleh tenaga medis yang kompeten.
d) Dalam protokol riset
selalu harus dicantumkan pernyataan tentang norma etika yang dilaksanakan dan
telah sesuai dengan prinsip-prinsip deklarasi Helsinki.
Walaupun demikian penyusun merasa selain
etika penelitian yang ada dalam Deklarasi Helsinki ini, masih diperlukan campur
tangan pemerintah untuk membuat suatu aturan resmi mengenai pelaksanaan dan
penerapan bioteknologi, sehingga ada pengawasan yang lebih intensif terhadap
bahaya potensial yang mungkin timbul akibat kemajuan bioteknologi ini.
· UU Kesehatan no. 36
tahun 2009, pasal 127 menyebutkan
bahwa upaya kehamilan di luar cara
alamiah hanya dpat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan
ketentuan :
· Hasil pembuahan sperma
dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanam dalam rahim istri dari mana
ovum itu berasal.
· Dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
· Pada fasilitas
pelayanan kesehatan tertentu.
Masalah bayi tabung di Indonesia masih
terbilang sepi, karena orang yang melakukan bayi tabung di Indonesia masih
langka. Karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, hal ini tentu
menimbulkan berbagai pendapat. Sekelompok tokoh agamapun menolak adanya
inseminasi buatan. Karena menurut mereka hal itu adalah sebuah kegiatan yang
sangat bertentangan dengan Allah SWT. Inseminasi buatan di anggap menciptakan
manusia, sedangkan pencipta manusia hanyalah Allah SWT, tidak bisa diciptakan
oleh manusia.
Dari Islam sendiri pun mempunyai
pandangan mengenai hal ini. Islam hanya memperbolehkan bayi tabung dalam
ketentuan sperma berasal dari suami, ovum berasal dari istri
dan kemudian ditanamkan di rahim istri. Sedangkan jika sperma
berasal dari pendonor ataupun sperma berasal dari suami tetapi ditanamkan di
rahim orang lain itu haram hukumnya dalam islam. Karena hal itu jelas
menimbulkan kekacauan dalam masalah nashab, dan sebagaimana sabda Nabi SAW
hukumnya bila janin itu yang dititipkan pada wanita lain yang bukan istrinya,
maka haram hukumnya.“ Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan
akhirat menyirami airnya ke ladang orang lain” (HR. Ab Daud dari Ruwaifi’
ibnu tsabit Al- Anshori)
Chang, William. 2009. Bioetika.
Yogyakarta: Kanisius
Guwandi. J S.H. Hukum
dan Dokter. 2007. Jakarta
Komentar
Posting Komentar