nonatiya

OFICIAL BLOGGER RENI SETIAWATI

BAYI TABUNG DALAM PANDANGAN BIOETIKA

BAYI TABUNG DALAM PANDANGAN BIOETIKA


Bioetika merupakan istilah yang relatif  baru dan terbentuk dari dua kata Yunani, bios  yang berarti hidup dan  ethos yang berarti  adat istiadat atau moral, yang secara harfiah berarti etika hidup. Bioetika dapat dilukiskan sebagai ilmu pengetahuan untuk mempertahankan hidup dan terpusat pada penggunaan ilmu-ilmu biologis untuk memperbaiki mutu hidup.
Dalam arti yang lebih luas, bioetika adalah penerapan etika dalam ilmu-ilmu biologis, obat,  pemeliharaan kesehatan dan bidang-bidang terkait.

Fertilisasi in vitro atau pembuahan in vitro, berasal dari bahasa Inggris yaitu in vitro fertilisation, IVF, atau sering disebut bayi tabung. Bayi tabung adalah suatu proses pembuahan sel telur oleh sel sperma di luar tubuh sang wanita. Proses ini melibatkan pemantauan dan stimulasi proses ovulasi seorang wanita, mengambil suatu ovum atau sel-sel telur dari ovarium (indung telur) wanita dan membiarkan sperma membuahi sel-sel tersebut di dalam sebuah medium cair di laboratorium.
Sel telur yang telah dibuahi (zigotdikultur selama 2–6 hari di dalam sebuah medium pertumbuhan dan kemudian dipindahkan ke rahim, dengan tujuan menciptakan keberhasilan kehamilan.

Adapun tahapan-tahapan FIV ini adalah sebagai berikut :
1.      Istri diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur mengeluarkan sel telur yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah sel-sel telurnya matang.
2.      Pematangan sel-sel telur dipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah Istri dan pemeriksaan ultrasonografi.
3.      Pengambilan sel telur dilakukan dengan penusukan jarum (pungsi) melalui vagina dengan tuntunan ultrasonografi.
4.      Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut dibuahi dengan sel sperma suaminya yang telah diproses sebelumnya dan dipilih yang terbaik.
5.      Sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung petri kemudian dibiakkan di dalam lemari pengeram. Pemantauan dilakukan 18-20 jam kemudian dan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembuahan sel
6.      Embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini. Kemudian diimplantasikan ke dalam rahim istri. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan.
7.      Jika dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi menstruasi, dilakukan pemeriksaan air kemih untuk kehamilan, dan seminggu kemudian dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi
Siapa saja yang memenuhi persyararatan untuk menjalani program bayi tabung?
Berikut ini pasangan yang memenuhi kriteria program bayi tabung menurut University of Iowa Hospitals & Clinics, dilansir dari laman Ulhealthcare, Jumat (10/6/2016).
1.      Kriteria usia
Usia maksimal seorang wanita yang menjalani program bayi tabung adalah 43 tahun. Pasangan suami istri yang sudah menikah 1 tahun atau lebih dan usia istri haruslah dibawah 42 tahun dan mengikuti proses pemeriksaan fertilitas atau kesuburan. untuk wanita biasanya usia yang paling ideal adalah antara usia 30-35 tahun. Ini berarti, bahwa umur-umur ini presentase peluang dari berhasilnya program bayi tabung akan lebih tinggi dibandingkan oleh usia wanita yang lebih tua sekitar 36-40 tahun.
2.      Penggunaan obat-obatan dan narkoba
Pasangan atau pihak pendonor tidak mengonsumsi alkohol, tidak terlibat narkoba, maupun penyalahgunaan zat. Untuk mengikuti program bayi tabung ini, pihak yang bersangkutan tidak diperkenankan untuk merokok.
3.      Kesiapan mental
Untuk menjalankan IVF, seseorang harus sehat dan kuat secara mental. Orang yang didiagnosis memiliki gangguan kejiwaan disarankan untuk tidak mengikuti program tersebut.
4.      Kesehatan fisik
Jika kondisi calon ibu tidak sehat sepenuhnya, bisa mengakibatkan risiko kehamilan lebih tinggi.

           E.     Sudut Pandang Bioetika Terhadap Bayi Tabung
1.      Bayi tabung dari sudut pandang etika
Program dengan budaya dan tradisi ketimuran bayi tabung pada dasarnya tidak sesuai kita.  Sebagian agamawan  menolak adanya fertilisasi in vitro pada manusia, sebab mereka berasumsi bahwa kegiatan tersebut termasuk Intervensi terhadap “karya Illahi”. Dalam artian, mereka yang melakukakan hal tersebut berarti ikut campur dalam hal penciptaan yang tentunya itu menjadi hak prioregatif Tuhan. Padahal semestinya hal tersebut bersifat natural, bayi itu terlahir melalui proses alamiah yaitu melaluihubungan seksual antara suami-istri yang sah menurut agama. 

Aspek Human Rigths:
            Dalam DUHAM dikatakan semua orang dilahirkan bebas dengan martabat yang setara. Pengakuan hak-hak manusia telah diatur di dunia international, salah satunya tentang hak reproduksi.
            Dalam kasus ini, meskipun keputusan inseminasi buatan dengan donor sperma dari laki-laki yang bukan suami wanita tersebut adalah hak dari pasangan suami istri tersebut, namun harus dipertimbangkan secara hukum, baik hukum perdata, hukum pidana, hukum agama, hukum kesehatan serta etika (moral) ketimuran yang berlaku di Indonesia .
Di Indonesia sendiri bila dipandang dari segi etika, pembuatan bayi tabung tidak melanggar, tapi dengan syarat sperma dan ovum berasal dari pasangan yang sah. Jangan sampai sperma berasal dari bank sperma,  atau ovum dari pendonor. Sementara untuk kasus, sperma dan ovum berasal dari suami-istri tapi ditanamkan dalam rahim wanita lain alias pinjam rahim, masih banyak yang mempertentangkan. Bagi yang setuju mengatakan bahwa si wanita itu bisa dianalogikan sebagai ibu susu karena si bayi di beri makan oleh pemilik rahim. Tapi sebagian yang menentang mengatakan bahwa hal tersebut termasuk zina karena telah menanamkan gamet dalam rahim yang bukan muhrimnya. Tetapi sebenarnya UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127 ditegaskan bahwa Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan, tetapi upaya kehamilan tersebut hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah yaitu: hasil pembuahan sperma dan ovum harus berasal dari pasangan suami istri tersebut, untuk kemudian ditanamkan dalam rahim si istri. Jadi untuk saat ini wacana Surrogates Mother di Indonesia tidak begitu saja dapat dibenarkan.
Untuk pemilihan jenis kelaminpun sebenarnya secara teknis dapat dilakukan pada inseminasi buatan ini. Dengan melakukan pemisahan kromosom X dan Y, baru kemudian dilakukan pembuahan in-vitro sesuai dengan jenis kelamin yang diinginkan.
Banyak masalah norma dan etik dalam teknologi ini yang jadi perdebatan banyak pihak, tetapi untuk pandangan profesi kedokteran mungkin dapat mengarah kesimpulan dari “Perspektif Etika dalam Perkembangan Teknologi Kedokteran” yang disampaikan oleh dr. Mochamad Anwar, SpOG dalam Seminar Nasional Continuing Medical Education yang diselenggarakan di Auditorium FK UGM tanggal 10 Januari 2009, dimana aspek etika haruslah menjadi pegangan bagi setiap dokter, ahli biologi kedokteran serta para peneliti di bidang rekayasa genetika, yang didasarkan pada Deklarasi Helsinki antara lain:
a)      Riset biomedik pada manusia harus memenuhi prinsip-prinsip ilmiah dan didasarkan pada pengetahuan yang adekuat dari literatur ilmiah.
b)      Desain dan pelaksanaan experimen pada manusia harus dituangkan dalam suatu protokol untuk kemudian diajukan pada komisi independen yang ditugaskan untuk mempertimbangkan, memberi komentar dan kalau perlu bimbingan.
c)        Penelitian biomedik pada manusia hanya boleh dikerjakan oleh orang-orang dengan kualifikasi keilmuan yang cukup dan diawasi oleh tenaga medis yang kompeten.
d)     Dalam protokol riset selalu harus dicantumkan pernyataan tentang norma etika yang dilaksanakan dan telah sesuai dengan prinsip-prinsip deklarasi Helsinki.
Walaupun demikian penyusun merasa selain etika penelitian yang ada dalam Deklarasi Helsinki ini, masih diperlukan campur tangan pemerintah untuk membuat suatu aturan resmi mengenai pelaksanaan dan penerapan bioteknologi, sehingga ada pengawasan yang lebih intensif terhadap bahaya potensial yang mungkin timbul akibat kemajuan bioteknologi ini.
2.       Pandangan hukum medis
·         UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127 menyebutkan
bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dpat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan :
·         Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanam dalam rahim istri dari mana ovum itu berasal.
·         Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
·         Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

Masalah bayi tabung di Indonesia masih terbilang sepi, karena orang yang melakukan bayi tabung di Indonesia masih langka. Karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, hal ini tentu menimbulkan berbagai pendapat. Sekelompok tokoh agamapun menolak adanya inseminasi buatan. Karena menurut mereka hal itu adalah sebuah kegiatan yang sangat bertentangan dengan Allah SWT. Inseminasi buatan di anggap menciptakan manusia, sedangkan pencipta manusia hanyalah Allah SWT, tidak bisa diciptakan oleh manusia.
Dari Islam sendiri pun mempunyai pandangan mengenai hal ini. Islam hanya memperbolehkan bayi tabung dalam ketentuan sperma berasal dari suami, ovum berasal dari istri dan  kemudian ditanamkan di rahim istri. Sedangkan jika sperma berasal dari pendonor ataupun sperma berasal dari suami tetapi ditanamkan di rahim orang lain itu haram hukumnya dalam islam. Karena hal itu jelas menimbulkan kekacauan dalam masalah nashab, dan sebagaimana sabda Nabi SAW hukumnya bila janin itu yang dititipkan pada wanita lain yang bukan istrinya, maka haram hukumnya.“ Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan akhirat menyirami airnya ke ladang orang lain” (HR. Ab Daud dari Ruwaifi’  ibnu tsabit Al- Anshori)




Chang, William. 2009. Bioetika. Yogyakarta: Kanisius
Guwandi. J S.H. Hukum dan Dokter. 2007. Jakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH ETIKOLEGAL

RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

Perubahan fisik selama masa kehamilan