UU NO 24 TAHUN 2011 TENTANG BPJS
UU NO 24 TAHUN 2011 TENTANG BPJS
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dengan judul UU
Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa
kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharap kan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Yogyakarta, 18 Maret 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..........................................................................................................
1
DAFTAR
ISI..........................................................................................................................
2
BAB I
PENDAHULUAN......................................................................................................
3
1.1 Latar
Belakang...................................................................................................................
3
1.2 Rumusan
Masalah..............................................................................................................
4
1.3 Tujuan.................................................................................................................................
4
BAB II
PEMBAHASAN.......................................................................................................
5
Penjelasan UU No 24 Tahun 2011 Tentang
BPJS, Menimbang dan mengingat..................... 5
Pasal-pasal dalam UU Tentang BPJS.......................................................................................
6
BAB I Ketentuan
umum.....................................................................................................
6
BAB II Pembentukan Dan Ruang
Lingkup........................................................................
8
BAB III Status Dan Tempat
Kedudukan...........................................................................
8
BAB IV Fungsi, Tugas, Wewenang, Hak dan
Kewajiban.................................................. 9
BAB V Pendaftaran Peserta Dan Pembayaran
Iuran....................................................... 11
BAB VI Organ
BPJS........................................................................................................
13
BAB VII Persyaratan Tata Cara
Pemilihan Dan Penetapan, Dan Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas Dan Anggota
Direksi........................................................................................................
16
BAB VIII Pertanggung
Jawaban.....................................................................................
20
BAB IX
Pengawasan........................................................................................................
21
BAB X Aset.....................................................................................................................
21
BAB XI Pembubaran
BPJS..............................................................................................
23
BAB XII Penyelesaian
Sengketa......................................................................................
23
BAB XIII Hubungan Dengan Lembaga
Lain.................................................................. 24
BAB XIV
Larangan.........................................................................................................
25
BAB XV Ketentuan
Pidana.............................................................................................
26
BAB XVI Ketentuan
Lain...............................................................................................
26
BAB XVII Ketentuan
Peralihan......................................................................................
26
BAB XVIII Ketentuan
Penutup......................................................................................
28
BAB III
PENUTUP........................................................................................................
32
a. Kesimpulan................................................................................................................
32
b. Saran..........................................................................................................................
32
c. Daftar
Pustaka.........................................................................................................
33
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hak tingkat hidup yang
memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak
asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk
Indonesia. Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila
ke-5 juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaksud dalam UUD 45 pasal
28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti dengan
UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang
kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam
program jaminan kesehatan sosial.
Usaha ke arah itu sesungguhnya telah
dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di
bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT
Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima
pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu,
pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian,
skema-skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan
mutu pelayanan menjadi sulit terkendali.
Untuk mengatasi hal itu, pada 2004,
dikeluarkan Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
UU 40/2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk
termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS).
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga
menetapkan, Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang
terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang
implementasinya dimulai 1 Januari 2014.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa fungsi dari UU Nomor
24 Tahun 2011?
b. Apa saja peraturan
yang terdapat dalam UU Nomor 24 Tahun 2011?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui fungsi
dari UU Nomor 24 Tahun 2011.
b. Untuk mengetahui
peraturan yang terdapat dalam UU Nomor 24 Tahun 2011.
BAB II
PEMBAHASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24
TAHUN 2011
TENTANG
BADAN PENYELENGGARA
JAMINAN SOSIAL
Menimbang :
a. bahwa sistem jaminan sosial
nasional merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian
perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat;
b. bahwa untuk mewujudkan tujuan sistem
jaminan sosial nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan
hukum berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehatihatian,
akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil
pengelolaan dana jaminan sosial seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk
sebesar-besar kepentingan peserta;
c. bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional,
harus dibentuk
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan
Undang-Undang yang merupakan transformasi keempat Badan Usaha Milik Negara
untuk mempercepat terselenggaranya sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh
rakyat Indonesia;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial;
Mengingat :
1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23A, Pasal
28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
Dengan Persetujuan
Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN
PENYELENGGARA JAMINAN
SOSIAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud
dengan:
1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang
selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial.
2. Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk
perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya
yang layak.
3. Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat
milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil
pengembangannya yang dikelola oleh BPJS untuk pembayaran manfaat kepada peserta
dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
4. Peserta adalah setiap orang, termasuk
orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah
membayar iuran.
5. Manfaat adalah faedah jaminan sosial
yang menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya.
6. Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar
secara teratur oleh Peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah.
7. Bantuan Iuran adalah Iuran yang dibayar
oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai Peserta program
Jaminan Sosial.
8. Pekerja adalah setiap orang yang
bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.
9. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan,
pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja atau
penyelenggara
negara yang mempekerjakan pegawai negeri
dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
10. Gaji atau Upah adalah hak Pekerja yang
diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari Pemberi Kerja
kepada Pekerja yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja,
kesepakatan, atau peraturan perundangundangan,termasuk tunjangan bagi Pekerja
dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau
jasa yang telah atau akan dilakukan.
11. Dewan Jaminan Sosial Nasional yang
selanjutnya disingkat DJSN adalah dewan yang berfungsi untuk membantu Presiden
dalam perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan sistem jaminan
sosial nasional.
12. Dewan Pengawas adalah organ BPJS yang
bertugas melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengurusan BPJS oleh direksi dan
memberikan nasihat kepada direksi dalam penyelenggaraan
program Jaminan Sosial.
13. Direksi adalah organ BPJS yang
berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan BPJS untuk kepentingan
BPJS, sesuai dengan asas,tujuan, dan prinsip BPJS, serta mewakili BPJS, baik di
dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
14. Pemerintah Pusat yang selanjutnya
disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Pasal 2
BPJS menyelenggarakan sistem jaminan
sosial nasional berdasarkan asas:
a. kemanusiaan;
b. manfaat; dan
c. keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Pasal 3
BPJS bertujuan untuk mewujudkan
terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang
layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya.
Pasal 4
BPJS menyelenggarakan sistem jaminan
sosial nasional berdasarkan prinsip:
a. kegotongroyongan;
b. nirlaba
c. keterbukaan
d. kehati-hatian
e. akuntabilitas
f. portabilitas
g. kepesertaan bersifat wajib
h. dana amanat
i. hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar
kepentingan Peserta.
BAB II
PEMBENTUKAN DAN RUANG
LINGKUP
Bagian Kesatu
Pembentukan
Pasal 5
(1) Berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk
BPJS.
(2) BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah:
a. BPJS Kesehatan; dan
b. BPJS Ketenagakerjaan.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 6
(1) BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
(2) BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b menyelenggarakan program:
a. jaminan kecelakaan kerja;
b. jaminan hari tua;
c. jaminan pensiun; dan
d. jaminan kematian.
BAB III
STATUS DAN TEMPAT
KEDUDUKAN
Bagian Kesatu
Status
Pasal 7
(1) BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 adalah badan hukum publik berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bertanggung jawab kepada Presiden.
Bagian Kedua
Tempat Kedudukan
Pasal 8
(1) BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 berkedudukan dan berkantor pusat di ibu kota Negara Republik Indonesia.
(2) BPJS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat mempunyai kantor perwakilan di provinsi dan kantor cabang di
kabupaten/kota.
BAB IV
FUNGSI, TUGAS, WEWENANG,
HAK, DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Fungsi
Pasal 9
(1) BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a berfungsi menyelenggarakan program jaminan
kesehatan.
(2) BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b berfungsi menyelenggarakan program
jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun,
dan jaminan hari tua.
Bagian Kedua
Tugas
Pasal 10
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9, BPJS bertugas untuk:
a. melakukan dan/atau menerima pendaftaran
Peserta;
b. memungut dan mengumpulkan Iuran dari
Peserta
dan Pemberi Kerja;
c. menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah;
d. mengelola Dana Jaminan Sosial untuk
kepentingan Peserta;
e. mengumpulkan dan mengelola data Peserta
program Jaminan Sosial;
f. membayarkan Manfaat dan/atau membiayai
pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan
g. memberikan informasi mengenai
penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada Peserta dan masyarakat.
Bagian Ketiga
Wewenang
Pasal 11
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10, BPJS berwenang untuk:
a. menagih pembayaran Iuran;
b. menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk
investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek
likuiditas, solvabilitas,
kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil
yang memadai;
c. melakukan pengawasan dan pemeriksaan
atas kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan jaminan sosial
nasional;
d. membuat kesepakatan dengan fasilitas
kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada
standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;
e. membuat atau menghentikan kontrak kerja
dengan fasilitas kesehatan;
f. mengenakan sanksi administratif kepada
Peserta atau Pemberi Kerja yang tidak memenuhi kewajibannya;
g. melaporkan Pemberi Kerja kepada
instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau
dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
h. melakukan kerja sama dengan pihak lain
dalam rangka penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
Bagian Keempat
Hak
Pasal 12
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, BPJS berhak untuk:
a. memperoleh dana operasional untuk
penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan;
b. memperoleh hasil monitoring dan
evaluasi penyelenggaraan program Jaminan Sosial dari DJSN setiap 6 (enam)
bulan.
Bagian Kelima
Kewajiban
Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10, BPJS berkewajiban untuk:
a. memberikan nomor identitas tunggal
kepada Peserta;
b. mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial
dan aset BPJS untuk sebesar-besarnya kepentingan Peserta;
c. memberikan informasi melalui media
massa cetak dan elektronik mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan
dan hasil pengembangannya;
d. memberikan Manfaat kepada seluruh
Peserta sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
e. memberikan informasi kepada Peserta
mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang berlaku;
f. memberikan informasi kepada Peserta
mengenai prosedur untuk mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya;
g. memberikan informasi kepada Peserta
mengenai saldo jaminan hari tua dan pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun;
h. memberikan informasi kepada Peserta
mengenai besar hak pensiun 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;
i. membentuk cadangan teknis sesuai dengan
standar praktik aktuaria yang lazim dan berlaku umum;
j. melakukan pembukuan sesuai dengan
standar akuntansi yang berlaku dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial;
k. melaporkan pelaksanaan setiap program,
termasuk kondisi keuangan, secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden
dengan tembusan kepada DJSN.
BAB V
PENDAFTARAN PESERTA DAN
PEMBAYARAN IURAN
Bagian Kesatu
Pendaftaran Peserta
Pasal 14
Setiap orang, termasuk orang asing yang
bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta
program Jaminan Sosial.
Pasal 15
(1) Pemberi Kerja secara bertahap wajib
mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan
program Jaminan Sosial yang diikuti.
(2) Pemberi Kerja, dalam melakukan
pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memberikan data dirinya
dan Pekerjanya berikut anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada
BPJS.
(3) Penahapan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 16
(1) Setiap orang, selain Pemberi Kerja,
Pekerja, dan penerima Bantuan Iuran, yang memenuhi persyaratan kepesertaan
dalam program Jaminan
Sosial wajib mendaftarkan dirinya dan
anggota keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS, sesuai dengan program Jaminan
Sosial yang diikuti.
(2) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib memberikan data mengenai dirinya dan anggota keluarganya secara
lengkap dan benar
kepada BPJS.
Pasal 17
(1) Pemberi Kerja selain penyelenggara
negara yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) dan ayat (2), dan setiap orang yang tidak melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. denda; dan/atau
c. tidak mendapat pelayanan publik
tertentu.
(3) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan oleh BPJS.
(4) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c dilakukan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah atas
permintaan BPJS.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Pemerintah mendaftarkan penerima
Bantuan Iuran dan anggota keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS.
(2) Penerima Bantuan Iuran wajib
memberikan data mengenai diri sendiri dan anggota keluarganya secara lengkap
dan benar kepada Pemerintah untuk disampaikan kepada BPJS.
Bagian Kedua
Pembayaran Iuran
Pasal 19
(1) Pemberi Kerja wajib memungut Iuran
yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS.
(2) Pemberi Kerja wajib membayar dan
menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.
(3) Peserta yang bukan Pekerja dan bukan
penerima Bantuan Iuran wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung
jawabnya kepada
BPJS.
(4) Pemerintah membayar dan menyetor Iuran
untuk penerima Bantuan Iuran kepada BPJS.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai:
a. besaran dan tata cara pembayaran Iuran
program jaminan kesehatan diatur dalam Peraturan Presiden; dan
b. besaran dan tata cara pembayaran Iuran
selain program jaminan kesehatan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VI
ORGAN BPJS
Bagian Kesatu
Struktur
Pasal 20
Organ BPJS terdiri atas Dewan Pengawas dan
Direksi.
Bagian Kedua
Dewan Pengawas
Pasal 21
(1) Dewan Pengawas terdiri atas 7 (tujuh)
orang profesional.
(2) Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) orang unsur Pemerintah, 2 (dua) orang unsur
Pekerja, dan
2 (dua) orang unsur Pemberi Kerja, serta 1
(satu) orang unsur tokoh masyarakat.
(3) Anggota Dewan Pengawas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(4) Salah seorang dari anggota Dewan
Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai ketua Dewan
Pengawas oleh Presiden.
(5) Anggota Dewan Pengawas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diangkat untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat
diusulkan untuk diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 22
(1) Dewan Pengawas berfungsi melakukan
pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS.
(2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Dewan Pengawas bertugas untuk:
a. melakukan pengawasan atas kebijakan
pengelolaan BPJS dan kinerja Direksi;
b. melakukan pengawasan atas pelaksanaan
pengelolaan dan pengembangan Dana Jaminan Sosial oleh Direksi;
c. memberikan saran, nasihat, dan
pertimbangan kepada Direksi mengenai kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan
BPJS; dan
d. menyampaikan laporan pengawasan
penyelenggaraan Jaminan Sosial sebagai bagian dari laporan BPJS kepada Presiden
dengan tembusan kepada DJSN.
(3) Dalam menjalankan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Dewan Pengawas berwenang untuk:
a. menetapkan rencana kerja anggaran
tahunan BPJS;
b. mendapatkan dan/atau meminta laporan
dari Direksi;
c. mengakses data dan informasi mengenai
penyelenggaraan BPJS;
d. melakukan penelaahan terhadap data dan
informasi mengenai penyelenggaraan BPJS;
e. memberikan saran dan rekomendasi kepada
Presiden mengenai kinerja Direksi.
(4) Ketentuan mengenai tata cara
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Dewan Pengawas.
Bagian Ketiga
Direksi
Pasal 23
(1) Direksi terdiri atas paling sedikit 5
(lima) orang anggota yang berasal dari unsur profesional.
(2) Anggota Direksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(3) Presiden menetapkan salah seorang dari
anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai direktur utama.
(4) Anggota Direksi diangkat untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun dan dapat diusulkan untuk diangkat kembali untuk 1 (satu)
kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 24
(1) Direksi berfungsi melaksanakan
penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS yang menjamin Peserta untuk
mendapatkan Manfaat sesuai dengan
haknya.
(2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Direksi bertugas untuk:
a. melaksanakan pengelolaan BPJS yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan,pengawasan, dan evaluasi;
b. mewakili BPJS di dalam dan di luar
pengadilan; dan
c. menjamin tersedianya fasilitas dan
akses bagi Dewan Pengawas untuk melaksanakan fungsinya.
(3) Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direksi berwenang untuk:
a. melaksanakan wewenang BPJS;
b. menetapkan struktur organisasi beserta
tugas pokok dan fungsi, tata kerja organisasi, dan sistem kepegawaian;
c. menyelenggarakan manajemen kepegawaian
BPJS termasuk mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan pegawai BPJS serta
menetapkan penghasilan pegawai BPJS;
d. mengusulkan kepada Presiden penghasilan
bagi Dewan Pengawas dan Direksi;
e. menetapkan ketentuan dan tata cara
pengadaan barang dan jasa dalam rangka penyelenggaraan tugas BPJS dengan
memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas;
f. melakukan pemindahtanganan aset tetap
BPJS paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dengan
persetujuan Dewan Pengawas;
g. melakukan pemindahtanganan aset tetap
BPJS lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) sampai dengan
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar
rupiah) dengan persetujuan Presiden;
h. melakukan pemindahtanganan aset tetap
BPJS lebih dari Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(4) Ketentuan mengenai tata cara
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Direksi.
BAB VII
PERSYARATAN, TATA CARA
PEMILIHAN DAN PENETAPAN,
DAN PEMBERHENTIAN
ANGGOTA DEWAN PENGAWAS
DAN ANGGOTA DIREKSI
Bagian Kesatu
Persyaratan Anggota
Dewan Pengawas
dan Anggota Direksi
Paragraf 1
Persyaratan Umum
Pasal 25
(1) Untuk dapat diangkat sebagai anggota
Dewan Pengawas atau anggota Direksi, calon yang bersangkutan harus memenuhi
syarat sebagai
berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. memiliki integritas dan kepribadian
yang tidak tercela;
e. memiliki kualifikasi dan kompetensi
yang sesuai untuk pengelolaan program Jaminan Sosial;
f. berusia paling rendah 40 (empat puluh)
tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada saat dicalonkan menjadi
anggota;
g. tidak menjadi anggota atau menjabat
sebagai pengurus partai politik;
h. tidak sedang menjadi tersangka atau
terdakwa dalam proses peradilan;
i. tidak pernah dipidana penjara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam denganpidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih;
j. tidak pernah menjadi anggota direksi,
komisaris, atau dewan pengawas pada suatu badan hukum yang dinyatakan pailit
karena kesalahan yang bersangkutan.
(2) Selama menjabat, anggota Dewan
Pengawas dan anggota Direksi tidak boleh merangkap jabatan di pemerintahan atau
badan hukum lainnya.
Paragraf 2
Persyaratan Khusus
Pasal 26
Selain harus memiliki persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, calon anggota Dewan Pengawas harus
memenuhi persyaratan khusus, yaitu
memiliki kompetensi dan pengalaman di
bidang manajemen, khususnya di bidang pengawasan paling sedikit 5 (lima) tahun.
Pasal 27
Selain harus memiliki persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, calon anggota Direksi harus memenuhi
persyaratan khusus, yaitu memiliki
kompetensi yang terkait untuk jabatan
direksi yang bersangkutan dan memiliki pengalaman manajerial paling sedikit 5
(lima) tahun.
Bagian Kedua
Tata Cara Pemilihan dan
Penetapan
Anggota Dewan Pengawas
dan Anggota Direksi
Pasal 28
(1) Untuk memilih dan menetapkan anggota
Dewan Pengawas dan anggota Direksi, Presiden membentuk panitia seleksi yang
bertugas melaksanakan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Keanggotaan panitia seleksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) orang unsur Pemerintah
dan 5 (lima) orang unsur masyarakat.
(3) Keanggotaan panitia seleksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 29
(1) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 mengumumkan penerimaan pendaftaran calon anggota Dewan Pengawas
dan calon anggota
Direksi paling lama 5 (lima) hari kerja
setelah ditetapkan.
(2) Pendaftaran dan seleksi calon anggota
Dewan Pengawas dan calon anggota Direksi dilakukan dalam waktu 10 (sepuluh)
hari kerja secara terus menerus.
(3) Panitia seleksi mengumumkan nama calon
anggota Dewan Pengawas dan nama calon anggota Direksi kepada masyarakat untuk
mendapatkan tanggapan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pendaftaran
ditutup.
(4) Tanggapan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disampaikan kepada panitia seleksi paling lama 15 (lima belas)
hari kerja terhitung sejak tanggal
diumumkan.
(5) Panitia seleksi menentukan nama calon
anggota Dewan Pengawas dan nama calon anggota Direksi yang akan disampaikan kepada
Presiden sebanyak 2 (dua) kali jumlah jabatan yang diperlukan paling lama 10
(sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditutupnya masa penyampaian
tanggapan dari masyarakat.
Pasal 30
(1) Presiden memilih dan menetapkan
anggota Dewan Pengawas yang berasal dari unsur Pemerintah dan anggota Direksi
berdasarkan usul dari panitia seleksi.
(2) Presiden mengajukan nama calon anggota
Dewan Pengawas yang berasal dari unsur Pekerja, unsur Pemberi Kerja, dan unsur
tokoh masyarakat kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebanyak 2
(dua) kali jumlah jabatan yang diperlukan, paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja terhitung sejak tanggal diterimanya
daftar nama calon dari panitia seleksi.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia memilih anggota Dewan Pengawas yang berasal dari unsur Pekerja, unsur
Pemberi Kerja, dan unsur tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan usulan
dari Presiden.
(4) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia menyampaikan nama calon terpilih sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) kepada Presiden paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak
tanggal berakhirnya pemilihan.
(5) Presiden menetapkan calon terpilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
terhitung sejak tanggal penerimaan
surat dari pimpinan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia.
(6) Penetapan anggota Dewan Pengawas dari
unsur pemerintah dan anggota Direksi dilakukan bersama-sama dengan penetapan anggota
Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemilihan dan penetapan Dewan Pengawas dan Direksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 diatur dengan Peraturan Presiden.
Bagian Ketiga
Pemberhentian
Pasal 32
Anggota Dewan Pengawas atau anggota
Direksi berhenti dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b. masa jabatan berakhir; atau
c. diberhentikan.
Pasal 33
(1) Anggota Dewan Pengawas atau anggota
Direksi dapat diberhentikan sementara karena:
a. sakit terus-menerus lebih dari 3 (tiga)
bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya;
b. ditetapkan menjadi tersangka; atau
c. dikenai sanksi administratif pemberhentian
sementara.
(2) Dalam hal anggota Dewan Pengawas atau
anggota Direksi diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Presiden menunjuk
pejabat sementara dengan mempertimbangkan
usulan dari DJSN.
(3) Anggota Dewan Pengawas atau anggota
Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan pada jabatannya apabila
telah dinyatakan sehat kembali untuk melaksanakan tugas atau apabila statusnya
sebagai tersangka dicabut, atau sanksi administratif pemberhentian sementaranya
dicabut.
(4) Pengembalian jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak dinyatakan sehat atau statusnya sebagai tersangka dicabut atau sanksi
administratif pemberhentian sementaranya dicabut.
(5) Pemberhentian sementara anggota Dewan
Pengawas atau anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
pengembalian jabatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan oleh Presiden.
Pasal 34
Anggota Dewan Pengawas atau anggota
Direksi diberhentikan dari jabatannya karena:
a. sakit terus-menerus selama 6 (enam)
bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya;
b. tidak menjalankan tugasnya sebagai
anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi secara terus menerus lebih dari 3
(tiga) bulan karena alasan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. merugikan BPJS dan kepentingan Peserta
Jaminan Sosial karena kesalahan kebijakan yang diambil;
d. menjadi terdakwa karena melakukan
tindak pidana;
e. melakukan perbuatan tercela;
f. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai
anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi; dan/atau
g. mengundurkan diri secara tertulis atas
permintaan sendiri.
Pasal 35
Dalam hal anggota Dewan Pengawas atau
anggota Direksi berhenti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf a atau
diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Presiden mengangkat anggota
Dewan Pengawas atau anggota Direksi pengganti untuk meneruskan sisa masa
jabatan yang digantikan.
Pasal 36
(1) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan
anggota Dewan Pengawas dan/atau anggota Direksi, Presiden membentuk panitia
seleksi untuk
memilih calon anggota pengganti antar
waktu.
(2) Prosedur pemilihan dan penetapan
calon anggota pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal
29, Pasal 30, dan Pasal 31.
(3) Dalam hal sisa masa jabatan yang
kosong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kurang dari 18 (delapan belas) bulan,
Presiden menetapkan anggota pengganti antarwaktu berdasarkan usulan DJSN.
(4) DJSN mengajukan usulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) berdasarkan peringkat hasil seleksi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pemilihan dan penetapan calon anggota pengganti antarwaktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
dengan Peraturan Presiden.
BAB VIII
PERTANGGUNG JAWABAN
Pasal 37
1. BPJS wajib
menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya dalam bentuk laporanpengelolaan
program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan
publik kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat
tanggal 30 Juni tahun berikutnya.
2. Periode laporan
pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dimulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
3. Bentuk dan isi laporan
pengelolaan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh
BPJS setelah berkonsultasi dengan DJSN.
4. Laporan keuangan BPJS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan disajikan sesuai
denganstandar akuntansi keuangan yang berlaku.
5. Laporan pengelolaan
program dan laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa
elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang
memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli
tahun berikutnya.
6. Bentuk dan isi publikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Direksi setelahmendapat
persetujuan dari Dewan Pengawas.
7. Ketentuan mengenai
bentuk dan isi laporan pengelolaan program sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 38
1. Direksi bertanggung
jawab secara tanggung renteng atas kerugian finansial yang ditimbulkan atas
kesalahan pengelolaan Dana Jaminan Sosial.
2. Pada akhir masa jabatan,
Dewan Pengawas dan Direksi wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan tugasnya kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
BAB IX
PENGAWASAN
Pasal 39
1. Pengawasan terhadap BPJS
dilakukan secara eksternal dan internal.
2. Pengawasan internal BPJS
dilakukan oleh organ pengawas BPJS, yang terdiri atas:
a. Dewan Pengawas; dan
b. satuan pengawas
internal.
3. Pengawasan eksternal
BPJS dilakukan oleh:
a. DJSN; dan
b. lembaga pengawas
independen.
BAB X
ASET
Bagian Kesatu
Pemisahan Aset
Pasal 40
1. PJS mengelola:
a. aset BPJS; dan
b. aset Dana Jaminan
Sosial.
2. BPJS wajib memisahkan
aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial.
3. Aset Dana Jaminan Sosial
bukan merupakan aset BPJS.
4. BPJS wajib menyimpan dan
mengadministrasikan Dana Jaminan Sosial pada bank kustodian yangmerupakan
badan usaha milik negara.
Bagian Kedua
Aset BPJS
Pasal 41
1. Aset BPJS bersumber
dari:
a. modal awal dari
Pemerintah, yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi
atas saham;
b. hasil pengalihan aset
Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan programjaminan sosial;
c. hasil pengembangan aset
BPJS;
d. dana operasional yang
diambil dari Dana Jaminan Sosial; dan/atau
e. sumber lain yang sah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Aset BPJS dapat
digunakan untuk:
a. biaya operasional
penyelenggaraan program Jaminan Sosial;
b. biaya pengadaan barang
dan jasa yang digunakan untuk mendukung operasionalpenyelenggaraan Jaminan
Sosial;
c. biaya untuk peningkatan
kapasitas pelayanan; dan
d. investasi dalam
instrumen investasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Ketentuan lebih lanjut
mengenai sumber dan penggunaan aset BPJS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 42
Modal awal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 ayat (1) huruf a untuk BPJS Kesehatan dan BPJSKetenagakerjaan
ditetapkan masing-masing paling banyak Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun
rupiah) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Bagian Ketiga
Aset Dana Jaminan Sosial
Pasal 43
1. Aset Dana Jaminan Sosial
bersumber dari:
a. Iuran Jaminan Sosial
termasuk Bantuan Iuran;
b. hasil pengembangan Dana
Jaminan Sosial;
c. hasil pengalihan aset
program jaminan sosial yang menjadi hak Peserta dari Badan Usah Milik
Negara yang menyelenggarakan program jaminan sosial; dan
d. sumber lain yang sah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Aset Dana Jaminan Sosial
digunakan untuk:
a. pembayaran Manfaat atau
pembiayaan
layanan Jaminan Sosial;
b. dana operasional
penyelenggaraan program
Jaminan Sosial; dan
c. investasi dalam
instrumen investasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
3. Ketentuan lebih lanjut
mengenai sumber dan penggunaan aset Dana Jaminan Sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Biaya Operasional
Pasal 44
1. Biaya operasional BPJS
terdiri atas biaya personel dan biaya non personel.
2. Personel sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Dewan Pengawas, Direksi, dankaryawan.
3. Biaya personel mencakup
Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya.
4. Dewan Pengawas, Direksi,
dan karyawan memperoleh Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya
yang sesuai dengan wewenang dan/atau tanggung jawabnya dalam menjalankan tugas
di dalam BPJS.
5. Gaji atau Upah dan
manfaat tambahan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4)memperhatikan
tingkat kewajaran yang berlaku.
6. Dewan Pengawas, Direksi,
dan karyawan dapat memperoleh insentif sesuai dengan kinerja BPJS yang
dibayarkan dari hasil pengembangan.
7. Ketentuan mengenai Gaji
atau Upah dan manfaat tambahan lainnya serta insentif bagi karyawan ditetapkan
dengan peraturan Direksi.
8. Ketentuan mengenai Gaji
atau Upah dan manfaat tambahan lainnya serta insentif bagi anggotaDewan
Pengawas dan anggota Direksi diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 45
1. Dana operasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf d ditentukan
berdasarkanpersentase dari Iuran yang diterima dan/atau dari dana hasil
pengembangan.
2. Ketentuan lebih lanjut
mengenai persentase dana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XI
PEMBUBARAN BPJS
Pasal 46
BPJS hanya dapat dibubarkan dengan
Undang-Undang.
Pasal 47
BPJS tidak dapat dipailitkan berdasarkan
ketentuan perundangan-undangan mengenai kepailitan.
BAB XII
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Kesatu
Penyelesaian Pengaduan
Pasal 48
1. BPJS wajib membentuk
unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan Peserta.
2. BPJS wajib menangani
pengaduan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya pengaduan.
3. Ketentuan mengenai unit
pengendali mutu dan penanganan pengaduan Peserta sebagaimanadimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan BPJS.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa
Melalui Mediasi
Pasal 49
1. Pihak yang merasa
dirugikan yang pengaduannya belum dapat diselesaikan oleh unit
sebagaimanadimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), penyelesaian sengketanya
dapat dilakukan melalui mekanismemediasi.
2. Mekanisme mediasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui bantuan mediator
yangdisepakati oleh kedua belah pihak secara tertulis.
3. Penyelesaian sengketa
melalui mediasi dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
sejakpenandatangan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh
kedua belah pihak.
4. Penyelesaian sengketa
melalui mekanisme mediasi, setelah ada kesepakatan kedua belah pihak
secara tertulis, bersifat final dan mengikat.
5. Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa
Melalui Pengadilan
Pasal 50
Dalam hal pengaduan tidak dapat
diselesaikan oleh unit pengendali mutu pelayanan dan penangananpengaduan
Peserta melalui mekanisme mediasi tidak dapat terlaksana, penyelesaiannya
dapat diajukan ke
pengadilan negeri di wilayah tempat
tinggal pemohon.
BAB XIII
HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA
LAIN
Pasal 51
1. Dalam rangka
meningkatkan kualitas penyelenggaraan program Jaminan Sosial, BPJS bekerja
sama dengan lembaga Pemerintah.
2. Dalam menjalankan
tugasnya, BPJS dapat bekerja sama dengan organisasi atau lembaga lain di dalam
negeri atau di luar negeri.
3. BPJS dapat bertindak
mewakili Negara Republik Indonesia sebagai anggota organisasi atau
anggotalembaga internasional apabila terdapat ketentuan bahwa anggota dari
organisasi atau lembagainternasional tersebut mengharuskan atas nama negara.
4. Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara hubungan antarlembaga diatur dengan
PeraturanPemerintah.
BAB XIV
LARANGAN
Pasal 52
Anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi
dilarang:
a. memiliki hubungan
keluarga sampai derajat ketiga antaranggota Dewan Pengawas,
antaranggotaDireksi, dan antara anggota Dewan Pengawas dan anggota
Direksi;
b. memiliki bisnis yang
mempunyai keterkaitan dengan penyelenggaraan Jaminan Sosial;
c. melakukan perbuatan
tercela;
d. merangkap jabatan
sebagai anggota partai politik,pengurus organisasi masyarakat atau
organisasisosial atau lembaga swadaya masyarakat yang terkait dengan
program Jaminan Sosial, pejabatstruktural dan fungsional pada lembaga pemerintahan,
pejabat di badan usaha dan badan hukum lainnya;
e. membuat atau mengambil
keputusan yang mengandung unsur benturan kepentingan;
f. mendirikan atau memiliki
seluruh atau sebagian badan usaha yang terkait dengan program
JaminanSosial;
g. menghilangkan atau tidak
memasukkan atau menyebabkan dihapuskannya suatu laporan dalam buku
catatan atau dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau
laporan transaksi BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial;
h. menyalahgunakan dan/atau
menggelapkan aset BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial;
i. melakukan subsidi silang
antarprogram;
j. menempatkan investasi
aset BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial pada jenis investasi yang
tidakterdaftar pada Peraturan Pemerintah;
k. menanamkan investasi
kecuali surat berharga tertentu dan/atau investasi peningkatan kualitas sumber
daya manusia dan kesejahteraan sosial;
l. membuat atau menyebabkan
adanya suatu laporan palsu dalam buku catatan atau dalam laporan,
ataudalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau laporan transaksi BPJS
dan/atau Dana JaminanSosial; dan/atau mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus,
atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam
laporan,atau dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau merusak catatan pembukuan BPJS dan/atau Dana Jaminan
Sosial.
Pasal 53
1. Anggota Dewan
Pengawas atau anggota Direksi yang melanggar ketentuan larangan
sebagaimanadimaksud dalam Pasal 52 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, atau huruf f dikenai sanksi administratif.
2. Pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Presiden atau
pejabat yang ditunjuk.
3. Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara; dan/atau
c. pemberhentian tetap.
4. Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 54
Anggota Dewan Pengawas atau anggota
Direksi yang melanggar larangan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, atau huruf
m dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 55
Pemberi Kerja yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
BAB XVI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 56
1. Presiden sewaktu-waktu dapat
meminta laporan keuangan dan laporan kinerja BPJS sebagai
bahanpertimbangan dalam pengambilan kebijakan Pemerintah yang berkaitan
dengan penyelenggaraan Jaminan Sosial nasional.
2. Dalam hal terdapat
kebijakan fiskal dan moneter yang mempengaruhi tingkat solvabilitas
BPJS,Pemerintah dapat mengambil kebijakan khusus untuk menjamin
kelangsungan program JaminanSosial.
3. Dalam hal terjadi krisis
keuangan dan kondisi tertentu yang memberatkan perekonomian, Pemerintah
dapat melakukan tindakan khusus untuk menjaga kesehatan keuangan dan kesinambungan
penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 57
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Perusahaan
Perseroan (Persero) PT Asuransi Kesehatan Indonesia atau disingkat PT
Askes (Persero) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Husada
Bhakti menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 16) diakui keberadaannya dan tetap
melaksanakan rogram jaminan kesehatan, termasuk menerima pendaftaran
peserta baru, sampai dengan beroperasinya BPJS Kesehatan;
b. Kementerian Kesehatan
tetap melaksanakankegiatan operasional penyelenggaraan program jaminan
kesehatan masyarakat, termasuk penambahan peserta baru, sampai dengan beroperasinya
BPJS Kesehatan;
c. Kementerian Pertahanan,
Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia
tetapmelaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan program layanan
kesehatan bagi pesertanya, termasuk penambahan peserta baru, sampai
dengan beroperasinya BPJS Kesehatan, kecuali untuk pelayanan kesehatan
tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya, yang ditetapkan
dengan Peraturan Presiden;
d. Perusahaan Perseroan
(Persero) PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja atau disingkat PT Jamsostek
(Persero) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun
1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Lembaran regara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 59),
berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan SosialTenaga
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan
LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 3468) tetap melaksanakan kegiatan
operasional penyelenggaraan:
1. program jaminan
pemeliharaan kesehatan termasuk penambahan peserta baru sampaidengan
beroperasinya BPJS Kesehatan; dan
2. program jaminan
kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua bagipesertanya,
termasuk penambahan peserta baru sampai dengan berubah menjadi
BPJSKetenagakerjaan.
e. Perusahaan Perseroan
(Persero) PT ASABRI atau disingkat PT ASABRI (Persero) yang dibentukdengan
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1991 tentang Pengalihan Bentuk
Perusahaan Umum (Perum) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1991 Nomor 88), berdasarkan Undang-Undang nomor 6 Tahun 1966
tentangPemberian Pensiun, Tunjangan bersifat pensiun, dan
Tunjangan Kepada Militer Sukarela (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1966 Nomor 33,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2812), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan
Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2906), Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik
IndonesiaNomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890), Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988
Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3369),
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1968 tentang Pemberian Pensiun
Kepada Warakawuri, Tunjangan Kepada Anak Yatim/Piatu, dan Anak Yatim-Piatu Militer
Sukarela (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 61, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2863), dan Peraturan Pemerintah Nomor 67
Tahun 1991 tentang Asuransi sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 87,
Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 3455) tetap
melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan program Asuransi Sosial Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia danprogram pembayaran pensiun bagi pesertanya, termasuk
penambahan peserta baru, sampai dengan dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan.
f. Perusahaan Perseroan
(Persero) PT DANA TABUNGAN DAN ASURANSI PEGAWAI NEGERI atau disingkat
PT TASPEN (Persero) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26
Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan
dan Asuransi Pegawai Negeri Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1981Nomor 38), berdasarkan Undang-Undang Nomor
11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan PensiunJanda/Duda Pegawai
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1969 Nomor 42, TambahanLembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2906), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentangPokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169,Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3890), dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun
1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun1981 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3200) tetapmelaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan
program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun bagi pesertanya, termasuk
penambahan peserta baru sampai dengan dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 58
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini
Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) sampaidengan beroperasinya
BPJS Kesehatan ditugasi untuk:
a. menyiapkan
operasional BPJS Kesehatan untuk program jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4456).
b. menyiapkan pengalihan
aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban PT Askes (Persero)
ke BPJS Kesehatan.
Pasal 59
Untuk pertama kali, Dewan Komisaris dan
Direksi PT Askes (Persero) diangkat menjadi Dewan Pengawas dan
Direksi BPJS Kesehatan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak
BPJS Kesehatan mulai
beroperasi.
Pasal 60
1. BPJS Kesehatan mulai
beroperasimenyelenggarakan program jaminan kesehatan pada tanggal 1
Januari 2014.
2. Sejak beroperasinya BPJS
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. Kementerian Kesehatan
tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan masyarakat;
b. Kementerian Pertahanan,
Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesiatidak lagi
menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk
pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya,
yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden; dan
c. PT Jamsostek (Persero)
tidak lagi menyelenggarakan program jaminan pemeliharaan kesehatan.
3. Pada saat BPJS Kesehatan
mulai beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. PT Askes (Persero)
dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan semua aset dan liabilitas sertahak
dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi aset dan liabilitas serta
hak dankewajiban hukum BPJS Kesehatan;
b. semua pegawai PT Askes
(Persero) menjadi pegawai BPJS Kesehatan; dan
c. Menteri Badan Usaha
Milik Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkanlaporan posisi
keuangan penutup PT Askes (Persero) setelah dilakukan audit oleh
kantorakuntan publik dan Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi
keuangan pembuka BPJS Kesehatan dan laporan posisi keuangan pembuka
dana jaminan kesehatan.
Pasal 61
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini,
Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) sampai dengan
berubahnya PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan ditugasi
untuk:
a. menyiapkan pengalihan
program jaminan pemeliharaan kesehatan kepada BPJS Kesehatan;
b. menyiapkan
operasional BPJS Ketenagakerjaan untuk program jaminan kecelakaan kerja,
jaminanhari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian;
c. menyiapkan pengalihan
aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban program jaminan
pemeliharaankesehatan PT Jamsostek (Persero) terkait penyelenggaraan
program jaminan pemeliharaan kesehatan ke BPJS Kesehatan; dan
d. menyiapkan pengalihan
aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban PT Jamsostek
(Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan.
Pasal 62
1. PT Jamsostek
(Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014.
2. Pada saat PT Jamsostek
(Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1):
a. PT Jamsostek (Persero)
dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan semua aset dan liabilitas serta
hak dan kewajiban hukum PT Jamsostek (Persero) menjadi aset dan liabilitas
serta hak dan kewajiban hukum BPJS Ketenagakerjaan;
b. semua pegawai PT
Jamsostek (Persero) beralih menjadi pegawai BPJS Ketenagakerjaan;
c. Menteri Badan Usaha
Milik Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkanlaporan posisi
keuangan penutup PT Jamsostek (Persero) setelah dilakukan audit oleh
kantor akuntan publik dan Menteri Keuangan mengesahkan posisi laporan keuangan
pembukaan BPJS Ketenagakerjaan dan laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan
ketenagakerjaan; dan
d. BPJS Ketenagakerjaan
menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, programjaminan hari
tua, dan program jaminan kematian yang selama ini diselenggarakan oleh
PT Jamsostek (Persero), termasuk menerima peserta baru, sampai dengan beroperasinya
BPJS Ketenagakerjaan yang sesuai dengan ketentuan Pasal 29 sampai dengan
Pasal 38 dan Pasal 43 sampai dengan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4456), paling lambat 1 Juli 2015.
Pasal 63
Untuk pertama kali, Dewan Komisaris dan
Direksi PT Jamsostek (Persero) diangkat menjadi anggotaDewan Pengawas dan
anggota Direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk jangka waktu paling lama 2
(dua) tahun sejak BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi.
Pasal 64
BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi menyelenggarakan
program jaminan kecelakaan kerja,program jaminan hari tua, program jaminan
pensiun, dan program jaminan kematian bagi Peserta, selain peserta
program yang dikelola PT TASPEN (Persero) dan PT ASABRI (Persero), sesuai
dengan ketentuan Pasal 29 sampai dengan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4456), paling lambat tanggal 1 Juli 2015.
Pasal 65
1. PT ASABRI (Persero)
menyelesaikan pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan
BersenjataRepublik Indonesia dan program pembayaran pensiun ke BPJS
Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.
2. PT TASPEN (Persero)
menyelesaikan pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran
pensiun dari PT TASPEN (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat
tahun 2029.
Pasal 66
Ketentuan mengenai tata cara pengalihan
program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata RepublikIndonesia dan program
pembayaran pensiun dari PT ASABRI (Persero) dan pengalihan program
tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT TASPEN
(Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 67
Ketentuan Pasal 142 ayat (2) huruf a
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4756) dan Pasal 64 ayat (1) Undang- Undang
Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4297) tidak berlaku untuk pembubaran PT Askes (Persero)
dan PT Jamsostek (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat
(3) huruf a dan Pasal 62 ayat (2) huruf a.
Pasal 68
Pada saat berubahnya PT Jamsostek
(Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
62 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini:
a. Peraturan Pemerintah
Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara ProgramJaminan
Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor
59) dicabutdan dinyatakan tidak berlaku lagi; dan
b. Ketentuan Pasal 8 sampai
dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468) dinyatakan
tetap berlaku sampai dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64.
Pasal 69
Pada saat mulai beroperasinya BPJS
Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64, Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3468) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 70
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang
ini harus ditetapkan paling lama:
a. 1 (satu) tahun untuk
peraturan yang mendukung beroperasinya BPJS Kesehatan; dan
b. 2 (dua) tahun untuk
peraturan yang mendukung beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan terhitung
sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 71
Undang-Undang ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan
di Jakarta
pada tanggal 25 November 2011 PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk
untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.Jaminan Sosial adalah salah satu
bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat
milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil
pengembangannya yang dikelola oleh BPJS untuk pembayaran manfaat kepada peserta
dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program Jaminan Sosial.Peserta
adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam)
bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.Manfaat adalah faedah jaminan
sosial yang menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya.
B. Saran
Diharapkan dengan ada
nya BPJS ini dapat memberi jaminan sosial bagi seluruh rakyat disuatu negara.
DAFTAR PUSTAKA
Berbagi
Komentar
Posting Komentar